:: PROLOGUE ::
Paris,Perancis
Shailene POV
Huh..
akhirnya saat-saat yang kunanti tercapai juga. Setelah mengantri
beberapa jam di Louise Hall yang sempat membuatku jengkel – berakhir
juga. Langsung saja kulangkahkan kakiku dan tak lupa menarik tangan
temanku untuk segera menuju Paman Louise yg berada di lapangan luas yg
sedang memanjakan kuda miliknya. “Hai,Paman! Hai,Emille!” ku sapa beliau
juga kuda kesayangannya yg dia beri nama Emille. “Selamat
datang,Shailene! Ingin berkuda?” Paman Louise menoleh kearahku. ”Ya..
seperti biasalah,Paman.... Ohya,aku mengajak temanku kesini.Boleh kan?”
“Tentu
boleh, Sel (begitulah Paman mempersingkat namaku). Kalau boleh
tau,siapa namamu nak?” tanyanya sembari memalingkan wajahnya kepada
temanku.
“Nama saya Cathy.. senang bertemu anda,Tuan”
jawab Cathy seraya menjabat tangan Paman Louise. Paman Louise hanya
meresponnya dengan senyuman tipis. Setelah ‘perkenalan itu selesai,
Aku,Paman,dan Cathy segera berjalan menuju Kandang yang bergaya mirip
seperti Gudang berwarna merah untuk mengambil kuda yg akan kugunakan
bersama Cathy nanti.
Paman Louise adalah peternak kuda yg
terkenal di Paris. Wajar saja, ia terkenal karena di kota Paris ini
hanya ia-lah yang mempunyai peternakan kuda. Sehingga, orang-orang yg
menyukai olahraga berkuda pasti akan datang kesini untuk berlatih. Tidak
hanya penyuka berkuda saja yg datang kesini, melainkan rakyat biasa –
yg tidak tahu menahu tentang olahraga ini – juga ikut mendatangi
peternkan ini untuk sekedar refreshing saja. Lama kelamaan, seiring
banyaknya orang-orang yg silih berganti mendatangi tempat ini, akhirnya
peternakan ini mulai terkenal. Sekarang,peternakan ini dijadikan obyek
pariwisata yg unik dan yg hanya ada di kota Paris ini.
Sebelum
peternakan ini terkenal dan hanya masih berstatus peternakan biasa, aku
sudah rajin berkuda disini. Aku biasa datang ksini setiap weekend.
Disini, aku tak hanya diajari cara berkuda yg benar, aku juga diajari
tata cara memanjakan kuda agar hatinya tenang dan tertarik dengan
majikannya,cara memandikan kuda,cara menenangkan kuda ketika ia mulai
kehilangan kontrol, dan masih banyak lagi. Saking seringnya aku mampir
kesini, aku bahkan mempunyai kuda kesayanganku sendiri. Aku menamainya
BlackCool. Kata Paman Louise, kedekatanku dengan BlackCool tidak biasa.
Menurut firasatnya, BlackCool bukan hanya menganggapku sebagai
majikannya saja, tetapi BlackCool menganggapku layaknya seorang
sahabatnya sendiri. Awalnya, aku sendiri tidak percaya dengan apa yg
dikatakan Paman Louise. Ia kan hanya hewan biasa, dan secara logika,
hanya manusia-lah yg mempunyai perasaan. Tetapi, ternyata lambat laun
aku menyadari bahwa BlackCool memang mempunyai sedikit kelebihan,
maksudku ya.. seperti yg dikatakan Paman Louise, ia menganggapku sebagai
seorang sahabat baginya. Aku bisa merasakannya lewat tingkah lakunya
padaku.
***
Aku berjalan menyusuri Kandang
tua nan luas ini. Kata Paman, ada sekitar 30+ kuda yang dipelihara
disini. Jujur, aku sangat salut pada Paman. Bayangkan saja, ia mampu
sendirian merawat kuda sebanyak itu!. Dan, well, sepertinya
kulihat-lihat, kudanya semakin bertambah jumlahnya. Aku yakin akan hal
itu karena yahh.... aku kan sering sekali kesini. Dan aku selalu
memperhatikan jumlah kuda yang ada di peternakan ini karena angka
kelahiran disini sangat
tidak normal. Kau tau kan apa maksudku?
Oke, akan ku jelaskan, kira-kira menurut pengamatanku – kuda-kuda
betina disini hampir setiap minggu-nya melahirkan satu anak. Sungguh
tidak bisa diterima secara akal sehat kan? Tapi, well, itulah yang
terjadi apa adanya disini. Sehingga, karena kejanggalan itu, aku sangat
tertarik untuk memperhatikan
grafik kelahiran
new born di peternakan ini. Dan alasan lainnya adalah, karena aku senang melihat anak-anak kuda disini. Mereka sangat
eksotik. Itu menurutku. Sudah jelaskan?. Karena aku penasaran akan berapa anak kuda yang lahir minggu ini, aku pun bertanya pada Paman.
“Hmm... apakah ada
new born minggu ini, Paman?”
“ada,
jumlahnya hanya 3 ekor. Apakah kau bersedia memberi mereka nama, Sel?
Kebetulan, Paman belum sempat memberi mereka semua nama, Paman sudah
kehabisan ide.”
Oh wow! That’s great! Hal yang paling aku
suka adalah memberi nama hewan. Segera saja aku mengatakan “Ya” pada
Paman dengan ekspresi sumringah. Tetapi, tiba-tiba, Cathy menyela
pembicaraan kami dengan hal yang sangat konyol.
“Hah??!! What?????! New born?? Be- berarti... tempat ini dihuni vampir??????!!!”
Seketika saja, aku dan Paman Louise yang melihat ekspresinya dan mendengar ucapannya segera tertawa terbahak-bahak.
“Hahaha....!
Cathy.. Cathy... mana mungkin disini ada vampir? Memangnya kau kira ini
Forks? Hey.. sadarlah Cat, ini Paris! P-A-R-I-S !!” ujarku dengan nada
yang dibuat-buat berlebihan. Tetapi, hello? Ia merespon ucapanku dengan
memasang muka
idiotnya – seperti bingung sendiri. Dan, tanpa aba-aba dari siapa pun, aku dan Paman Louise tertawa lagi – kali ini lebih nyaring.
“Itulah akibatnya jika terlalu
over terhadap
film-film khayalan.” Ucapku disela-sela tawaku. Mungkin Cathy menyadari
bahwa dirinya sedang dipermalukan, ekspresi mukanya pun tiba-tiba
berubah. Ia sekarang terlihat garang.
“what do you say????! Could you replace ur said?!!!” bentaknya tepat 5cm didepanku.
Tiba-tiba.
Paman Louise menyergah, “Sudahlah.... kalian ini tidak ada gunanya
memperdebatkan hal sepele. Bukankah kalian kesini bertujuan untuk
rekreasi? Tetapi, mengapa kalian bertengkar?”
Aku dan
Cathy terdiam. Dan Paman Louise pun melanjutkan nasihatnya, “dan kau,
Shailene. Janganlah bersikap seperti anak kecil, suka menyindir-nyindir
seseorang tanpa ada habisnya. Itu tidak baik, Selly”
Oh good, kali ini Ia berhasil membuatku jengkel lagi. Aku paling tidak suka jika seseorang memanggilku “Selly”. Karena itu
worst baby name-ku.
Sebutan itu mengingatkanku pada mimpi burukku – mimpi itu hampir selalu
datang setiap aku tertidur. Dan, Paman Louise paling senang memanggilku
begitu disaat aku melakukan kesalahan. Sehingga, aku tidak bisa
membantah nasihatnya. Huh, aku sangat-sangat menyesal telah menceritakan
apa yang aku alami di mimpi burukku itu kepadanya. Ternyata, itu
menjadi
bumerang bagi diriku.
“Okay.... tetapi,
sekali lagi Paman memanggilku dengan sebutan itu, aku tidak akan pernah
menuruti kemauanmu ataupun nasihatmu.” Aku memberikan ultimatum padanya
dan suaraku kunaikkan satu oktaf.
“Baiklah, asal kau berjanji takkan berbuat seperti itu lagi,
deal?”
Huh, kuakui dia memang pandai berdebat. Dan sepertinya aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali mengiyakan perkataannya.
Oke,
kita kembali ke awal. Setelah masalah kecil itu selesai, tanpa
basa-basi lagi aku langsung melesat ke arah kuda yang sedang menyusu
pada induknya. Dan tanpa ada yang menyuruh, aku langsung memberinya
nama. “Aku akan menamaimu Lorrie” bisikku sambil mengusap-usap badannya.
Ia pun menggelengkan kepalanya – dan itu berarti ia setuju. Setelah
beberapa waktu berlalu, selesai sudah aku mengakrabkan diri sekaligus
memberi nama para
new born. Dan tanpa diduga, Cathy-pun ikut memberi salah satu dari mereka nama. Well. Namanya juga cukup bagus – Woody.
***
Akhirnya,
saat-saat yang dinantikan-pun terjadi. Aku akan bermain-main bersama
BlackCool dan Whitie mengelilingi desa terpencil ini. Whitie akan
ditunggangi oleh Cathy. Whitie adalah pasangan BlackCool. Dan mereka
sudah mempunyai dua anak.
Aku dan Cathy sepakat untuk adu
lari sampai hutan yang berada didekat peternakan. Awalnya, aku menolak
keras ajakan Cathy karena kata penduduk sekitar dan Paman Louise hutan
itu adalah hutan terlarang. Tidak ada seorang pun yang boleh memasuki
hutan itu. Hal itu membuatku bingung, karena mereka tidak menjelaskan
secara signifikan alasan mengenai misteri itu. Tetapi, karena aku tidak
mau mengambil resiko dan aku juga tidak terlalu penasaran akan hal itu,
akhirnya aku menurut-nurut saja. Karena Cathy benar-benar ingin kesitu
dan aku juga tidak mempunyai alasan yang cukup kuat untuk mencegahnya.
Selain itu, dia berkata juga tidak apa-apa karena Paman Louise sedang
sibuk. Dasar, dia itu anak yang keras kepala sekali.So, aku-pun akhirnya
menuruti kata-katanya – meskipun aku agak takut. Cathy jelas tidak
takut sama sekali, ia bahkan malah berkata sangat yakin bahwa dibalik
hutan itu tersimpan banyak hal yang menakjubkan yang benar-benar tidak
bsa diterima nalar alias
magic.
"baiklah, siap?” ujarku sambil memasang gerakan
kuda-kuda layaknya seorang pembalap. Saking tidak sabarnya, Cathy seenaknya saja langsung berteriak “Go!!”.
Ktruk.. ktruk.. ktruk... begitulah
bunyi langkah kuda kami. Kami – Aku dan Cathy – sekarang sudah sampai
kira-kira 2/3 perjalanan menuju hutan itu. Sementara, aku yang memimpin.
Pertandingan ini berlangsung sangat ketat. Tak disangka, ternyata Cathy
cukup ahli berkuda. Sudah berkali-kali aku tertinggal olehnya. Tetapi,
well, aku masih bisa mengejarnya. Tak terasa kami sudah hampir sampai
bagian luar hutan terlarang itu. Dan posisi kami juga hampir tidak bisa
dipastikan sebab jarak antar aku dan Cathy sangat ketat.
“Are
you ready?” tiba-tiba saja Cathy mengucapkan kalimat yang tidak aku
mengerti sambil menyamakan posisinya denganku. Maksudnya apa?. Aku
meresponnya dengan mengerutkan dahiku. Tetapi, dia tetap tidak mau
menjelaskan apa maksudnya kepadaku, ia malah tersenyum misterius.
Bersamaan dengan sikapnya yang aneh itu, ia perlahan-lahan maju dan
maju, dan tak butuh waktu lama akhirnya aku tertinggal jauh darinya. Aku
pun tersentak kaget.
“Hey!! Where are you go????”
teriakku sekencang-kencangnya smbil tergesa-gesa mngejarnya. Dan...
akhirnya aku bisa menyamakannya. Well, BlackCool memang hebat. “kita mau
kemana, Cathy?” tanyaku seraya menatapnya tajam. Ia terdiam beberapa
saat dan berkata, “kesini....”